Sorong, admediapapua.com – Dalam upaya menjaga stabilitas harga dan perekonomian daerah, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Papua Barat Daya menggelar High Level Meeting (HLM) pada 14 Februari 2025 di Rylich Panorama, Kota Sorong. Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Penjabat Sekda Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, Jhoni Way, S.Hut., M.Si., Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat, Ir. Merry, M.P., perwakilan Bank Indonesia, Setian, serta unsur pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya.
Dalam pertemuan ini, berbagai strategi pengendalian inflasi dibahas secara mendalam, khususnya dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang berdampak pada harga kebutuhan pokok di Papua Barat Daya. Pemerintah daerah menekankan pentingnya sinergi antarinstansi untuk memastikan ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta stabilitas harga barang dan jasa. Dengan koordinasi yang baik, diharapkan dampak inflasi dapat diminimalkan, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua Barat, Ir. Merry, M.P., menegaskan bahwa menjaga ketersediaan stok, keterjangkauan harga, dan kelancaran distribusi merupakan faktor utama dalam melindungi daya beli masyarakat serta menjaga stabilitas ekonomi daerah.
“Saat harga kebutuhan pokok terlalu tinggi, masyarakat akan kesulitan memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, distribusi komoditas yang efektif dan merata harus dijaga dengan baik, terutama di wilayah Papua Barat Daya, khususnya di kota-kota Indeks Harga Konsumen (IHK) seperti Sorong, Kabupaten Sorong, dan Sorong Selatan. Langkah ini sangat penting untuk mencegah lonjakan inflasi atau deflasi yang tajam, yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi daerah,” jelas Merry.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua Barat Daya, Setian, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai program strategis guna mengendalikan inflasi menjelang bulan Ramadan dan Idulfitri. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap potensi lonjakan harga kebutuhan pokok yang kerap terjadi akibat meningkatnya permintaan masyarakat selama periode tersebut.
Menjelang Ramadan dan Idulfitri, kami melihat adanya potensi tekanan inflasi yang cukup tinggi pada Maret. Saat ini, deflasi terjadi terutama akibat penurunan tarif listrik yang cukup signifikan, seiring dengan program subsidi atau diskon pemerintah yang berlangsung selama dua bulan,” ungkap Setian.
Ia menambahkan bahwa meskipun saat ini deflasi terjadi akibat kebijakan subsidi, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu tetap waspada terhadap kemungkinan inflasi yang dapat meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan selama bulan Ramadan dan Idulfitri. Oleh karena itu, koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pihak terkait lainnya sangat diperlukan untuk memastikan harga tetap stabil dan daya beli masyarakat terjaga.
“Saat ini deflasi terjadi karena adanya subsidi atau diskon tarif listrik dari pemerintah. Namun, menjelang Ramadan dan Idulfitri, tekanan inflasi pada Maret diperkirakan meningkat seiring naiknya permintaan barang dan jasa. Oleh karena itu, langkah-langkah antisipatif harus segera disiapkan untuk menjaga keseimbangan ekonomi daerah,” pungkasnya.[red]