Nabire, Admediapapua.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Tengah, John NR Gobai, meminta aparat penegak hukum dan lembaga adat mulai mempersiapkan langkah-langkah hukum terhadap pelaku suanggi atau praktik ilmu hitam, seiring akan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru pada 2 Januari 2026.
Dalam keterangannya, Gobai menyoroti Pasal 252 KUHP yang mengatur tentang tindakan gaib atau santet. Pasal ini menyebut bahwa orang yang mengaku memiliki kekuatan gaib dan menawarkan jasa untuk mencelakai orang lain bisa dikenakan hukuman penjara maksimal 1 tahun 6 bulan dan denda, bahkan dapat ditambah sepertiga jika dilakukan untuk mencari keuntungan atau menjadi kebiasaan.
”Ilmu suanggi atau santet ini nyata bagi masyarakat, karena itu tidak bisa diabaikan. Ini bagian dari kebudayaan yang berkembang dan seringkali memakan korban,” ujar Gobai.
Ia menegaskan, walaupun praktik tersebut sulit dibuktikan secara ilmiah, namun hukum harus dapat merujuk pada kebiasaan masyarakat adat (living law). Gobai mendorong agar aparat penegak hukum bekerja sama dengan peradilan adat, sebagaimana diatur dalam UU Otonomi Khusus Papua, untuk menangani kasus-kasus seperti ini secara adil dan kontekstual.
”Kita punya landasan hukum adat melalui Pasal 50 dan 51 UU Otsus Papua. Ini harus dimanfaatkan agar penegakan hukum tidak semata-mata formalistik, tapi juga mengakar dalam budaya masyarakat,” tambahnya.
Gobai juga mengutip ayat dalam Alkitab, Efesus 6:12, sebagai dasar spiritual bahwa perjuangan manusia tidak hanya melawan daging dan darah, tetapi juga melawan kuasa-kuasa gelap.
Dengan diberlakukannya KUHP baru, ia berharap Papua Tengah menjadi daerah yang proaktif dalam menyusun aturan daerah berbasis budaya, dan menindak praktik suanggi demi melindungi masyarakat dari bahaya yang tidak terlihat.