Timika, admediapapua.com – Taman Nasional Lorentz, salah satu kawasan konservasi terluas di Asia Tenggara yang terletak di Papua, memiliki kompleksitas dalam pengelolaannya. Dengan luas mencapai 2,3 juta hektar yang mencakup 10 kabupaten, termasuk 40% wilayah Kabupaten Mimika, taman nasional ini menjadi fokus perhatian dalam upaya pelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat.
Fredy Parabang, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Timika – Balai Taman Nasional Lorentz, menjelaskan bahwa pengelolaan hutan konservasi berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan, dengan pembagian tugas antara pemerintah pusat dan provinsi. “Kewenangan untuk hutan lindung dan produksi telah diberikan kepada pemerintah provinsi, sementara kami di Taman Nasional Lorentz fokus pada kawasan konservasi,” ujarnya.
Dalam pengelolaan kawasan konservasi, terdapat berbagai zona dengan fungsi yang berbeda. “Ada zona inti yang tidak boleh diubah untuk perlindungan flora dan fauna, zona penyangga untuk kegiatan penelitian dan pendidikan, serta zona pemanfaatan untuk kegiatan wisata,” jelas Fredy.
Setiap kegiatan pembangunan di dalam kawasan taman nasional, seperti pembangunan bandara atau jalan, harus melalui kajian dampak lingkungan yang ketat. “Kami memastikan bahwa setiap pembangunan tidak merusak ekosistem dan satwa liar,” tegas Fredy. Selain itu, Taman Nasional Lorentz juga memiliki program pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan kelompok konservasi. “Kami mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan,” kata Fredy.
Taman Nasional Lorentz menawarkan potensi besar dalam pengembangan wisata alam, khususnya di kawasan Puncak Cartensz dan Bero. Masyarakat lokal telah dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan kawasan, sehingga kegiatan wisata diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan alternatif yang tetap menjaga keberlanjutan lingkungan. Namun, semua aktivitas wisata diatur ketat. Misalnya, pembangunan jalur pendakian, pengelolaan sampah, dan keamanan pendaki menjadi fokus utama. “Kami mengelola kegiatan wisata agar tidak merusak lingkungan, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat,” Jelasnya.
Sementara untuk prosedur kegiatan pendakian Cartenz, Kepala Balai Taman Nasional Lorentz menjelaskan bahwa setiap pendakian harus melalui prosedur perizinan yang ketat. “Setiap pendaki harus memiliki Surat Izin Memasuki Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dan mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan,” jelas Fredy. SOP tersebut mencakup pemeriksaan peralatan, pendampingan pemandu bersertifikat, dan penggunaan jasa operator untuk pendaki asing. “Kami juga mengimbau para pendaki untuk selalu menjaga kebersihan dan tidak merusak lingkungan selama pendakian,” tambahnya.
Dalam pengelolaan taman nasional, terdapat berbagai tantangan, terutama kondisi geografis dan keterbatasan sumber daya manusia. “Medan yang sulit dan kondisi cuaca ekstrem menjadi tantangan utama, selain itu kami juga menghadapi keterbatasan jumlah personel,” ungkap Fredy. Meskipun demikian, ia berharap pemerintah terus memberikan dukungan, terutama dalam penambahan tenaga kerja. “Kami terus berupaya menjaga keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam, demi keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.